7 Juni 2025 2:00 pm

Keuangan Haji yang Harus Terus Adil dan Berkelanjutan

Keuangan Haji yang Harus Terus Adil dan Berkelanjutan
Oleh INDRA GUNAWAN, Dosen Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Anggota Badan Pelaksana BPKH 2022-2027Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) tidak pernah lepas dari perhatian publik. Setelah melalui sejumlah perubahan pengelolaan dana haji, etos kerja BPKH harus lebih terarah untuk bertanggung jawab kepada pengelolaan keuangan haji yang adil dan berkelanjutan. Salah satu isu yang menjadi perdebatan adalah kebijakan alokasi nilai manfaat dana haji. Hingga saat ini, fokus alokasi dana haji terutama berpusat pada jemaah yang berangkat di kisaran kuota normal sekitar 221 ribu.Namun, tidak boleh dilupakan bahwa jumlah calon jemaah yang mengantre jauh lebih banyak, mencapai 5,3 juta sehingga, diperlukan perhatian khusus terhadap jemaah yang harus menunggu untuk berangkat haji. Sesuai amanah Undang-Undang Nomor 34 tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji perlu menggeser fokusnya dengan tidak hanya menambal biaya bagi Jemaah yang berangkat saja, tetapi juga perlu memperhatikan jemaah yang mengantre. UU tersebut memerintahkan BPKH merujuk pasal 10 huruf f (terkait) pembayaran Nilai Manfaat setoran BPIH (reguler) dan/atau BPIH Khusus,  dimana Pasal 16 ayat 1 s/d 3: nilai manfaat dibayarkan berkala ke rekening virtual jemaah haji berdasarkan persentase dari Nilai Manfaat setelah mendapat persetujuan dari DPR.Sesuai peraturan dan perundangan, terdapat dua komponen BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) atau total biaya riil haji per jemaah. Pertama adalah Bipih atau Biaya perjalanan ibadah haji atau dahulu populer disebut “ONH: Ongkos Naik Haji” (grafik kuning/terang) yang dibayarkan oleh Jemaah Haji. Komponen kedua yang tidak banyak diketahui publik adalah Nilai Manfaat atau tambalan biaya haji dari Nilai Manfaat Keuangan Haji. (grafik biru/gelap).

-

Seiring perjalanan waktu bertahun-tahun BPIH mengalami peningkatan akibat lonjakan inflasi dan kenaikan kurs pada harga komponen-komponen BPIH. Jika di tahun 2010 lampau biaya umrah 10 hari adalah Rp 10 juta, tahun 2023 ini umrah sudah mencapai rerata Rp 25 Juta. Jika dibandingkan dengan masa tinggal haji yang 4 kali lipat dari umrah, maka wajar bila biaya haji riil per jamaah sudah mendekati ratusan juta. Peningkatan yang signifikan dalam harga BPIH dari tahun 2010 hingga 2022. Misalnya, BPIH pada tahun 2022 sebesar Rp 97,8 juta, naik 183,44 persen dibandingkan dengan BPIH pada tahun 2010 yang hanya sebesar Rp 34,5 juta. Kenaikan ini disebabkan oleh inflasi dan kenaikan kurs, serta adanya pertambahan biaya masyair untuk layanan di Arafah-Muzdalifah, dan Mina.Jika melihat grafik di atas sejak tahun 2010 hingga 2017, akumulasi dana haji dikelola oleh nilai Manfaat dari Kementerian Agama untuk Jamaah yang berangkat telah mencapai Rp 118 juta. Namun, sejak BPKH mengelola dana haji mulai tahun 2018 hingga tahun 2024F, kontribusi akumulasi yang dihasilkan meningkat menjadi hampir dua kali lipat yaitu Rp 204 juta. Data ini menunjukkan perbaikan yang signifikan dalam pengelolaan keuangan haji oleh BPKH.  Pada tahun 2010, nilai manfaat hanya berkontribusi sebesar 12,9 persen dari total BPIH. Namun, pada tahun 2024F nilai manfaat berkontribusi sebesar 40 persen. Bahkan, pada tahun 2022, nilai manfaat dari BPKH mencapai puncaknya dengan kontribusi sebesar 59 persen dari total BPIH. Belum lagi Jemaah mendapatkan cashback berupa living- cost tertinggi hingga SAR 1.500 (Rp 6 juta).BPKH mengapresiasi usulan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas yang akrab disapa Gus Men, sebagai langkah logis dan ideal dalam rangka menjaga agar dana BPKH tidak tergerus. Gus Men dengan tegas membatasi porsi Nilai Manfaat dikurangi hingga maksimal 30 persen, sementara 70 persen  sisanya menjadi tanggung jawab Jamaah untuk menjaga kemampuan finansial (salah satu syarat istitha'ah Al Quran Surat 3:97) serta menjadikan dana haji adil dan berkelanjutan. Dengan harapan menuju ke usulan ideal Gus Men pada tahun 2024 ini Pemerintah dan DPR RI Komisi VIII telah menyetujui biaya haji 1445 H dimana BPIH telah ditetapkan sebesar Rp 93,4 juta per jamaah. Dalam komposisi tersebut, sebagian besar biaya ditanggung oleh Jemaah (Bipih) senilai Rp 56 juta (60 persen), sementara sisanya adalah Nilai Manfaat BPKH sebesar Rp 37,3 juta (40 persen). Demikian juga pada tahun 2023, BPIH sebesar Rp 90,1 juta, dengan Bipih Rp 48,6 juta (55 persen) dan Nilai Manfaat Rp41,4 juta (45 persen).Risiko formula di atas secara prorata akan naik seiring peningkatan kuota normal dari sekitar 221 ribu lalu 2023 ditambah 8 ribu dan 2024 berpotensi ditambah 20 ribu, jika dikalikan dengan puluhan juta tambalan akan menggerus Nilai Manfaat dan semakin memberatkan keberlangsungan dana haji.Kinerja inovasi yang dilakukan oleh BPKH adalah pemberian nilai manfaat virtual account kepada jemaah yang masih mengantre sesuai amanah UU 34/2014. Sejak tahun 2018, BPKH telah mengalokasikan sejumlah dana untuk nilai manfaat virtual account kepada jemaah antre. Jumlahnya pun terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018, nilai manfaat yang diberikan mencapai Rp 800 miliar. Kemudian, pada tahun-tahun berikutnya, jumlahnya meningkat menjadi Rp 1,1 triliun, Rp 2,0 triliun, Rp 2,5 triliun, Rp 2,1 triliun, Rp 3,1 triliun, dan Rp 2,3 triliun pada tahun 2024. Hal ini terlihat dari grafik yang menunjukkan kontribusi nilai manfaat virtual account yang diberikan kepada jemaah antre (ditandai dengan warna kuning/terang).

-
Dari grafik kinerja jelas bahwa BPKH telah memberikan kontribusi nilai tambah yang luar biasa bagi jemaah. Total kontribusinya mencapai Rp 51,8 triliun, setara dengan tingkat pengembalian investasi (IRR) hampir 13 persen per tahun. Dari jumlah tersebut, sebesar Rp 35,1 triliun masih diperuntukkan bagi jemaah yang berangkat, sementara Rp 13,8 triliun dialokasikan untuk jamaah yang masih mengantre melalui nilai manfaat virtual account. Tidak hanya itu, BPKH juga telah mengelola nilai manfaat kemaslahatan dan sisa operasional dengan sangat baik. Keseluruhan dana yang dikembalikan ke kas dana haji. Hal ini menunjukkan bahwa BPKH telah serius dalam menciptakan keuangan haji yang adil dan berkeadilan.Inovasi BPKH dalam memberikan nilai manfaat virtual account kepada jamaah antre menunjukkan komitmen bersama untuk memberikan manfaat yang adil kepada semua jemaah haji. Tindakan ini sesuai dengan etos kerja BPKH dan amanat Undang-Undang Nomor 34 tahun 2014. Diharapkan dengan terus melakukan inovasi dan menjaga etos kerja yang baik, BPKH dapat terus memberikan kontribusi yang positif bagi jemaah haji dan menjaga keuangan haji yang adil dan berkelanjutan.Untuk terus menjaga keuangan haji yang harus adil dan berkelanjutan, maka perlu dilakukan perubahan dalam UU No. 34 Tahun 2014. Saat ini, UU tersebut belum memiliki klausul terkait mitigasi risiko melalui pencadangan maupun permodalan serta pembebasan tanggung jawab (acquit et de charge)  sebagaimana halnya UU Perseroan Terbatas (PT) Pasal 70. Dengan diperbolehkannya laba ditahan bagi cadangan atas risiko investasi, dana haji akan memiliki perlindungan yang lebih baik dan pengelolaan keuangan haji dapat lebih aman. Revisi UU No. 34 Tahun 2014 harus juga memastikan harmonisasi antara Kementerian Agama, Kementerian Keuangan dan BPKH dalam membangun ekosistem halal serta industri haji dan umrah yang berkembang. Logika high return artinya harus siap berdampak high risk, sehingga permodalan dan pencadangan atas risiko menjadi kunci penting agar BPKH memiliki aset yang bekerja sebagai tulang punggung penyelenggaraan haji dan umrah di Saudi, membangun ekosistem halal yang mendorong kesejahteraan umat dan bangsa yang memiliki populasi Muslim terbesar di dunia ini.
Blog Post Lainnya
-